Manajemen Lembaga Pendidikan Islam



STAI DARUNNAJAH JAKARTA
MANAJEMEN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM
Makalah
Disusun oleh :
Zainuddin

KATA PENGANTAR
Alhamdulilah puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Tuhan yang Maha Pengasih dan Penyayang. Kasih-Nya tiada batas dan sayang-Nya melimpah kepada hamba-Nya. Atas rahmat dan pertolongan Allah, kami mampu menyelesaikan penyusunan makalah tentang “ Manajemen Lembaga Pendidikan Islam”.
Makalah tersebut kami susun dengan maksud sebagai bahan presentasi Mata Kuliah Manajemen Pendidikan Islam, dan menjadikan penambahan wawasan sekaligus pemahaman terhadap manajemen pendidikan islam.
Harapan kami, semoga setelah penyusunan makalah ini selesai kami semakin memahami tentang Study Manajemen Lembaga Pendidikan Islam.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran, kritik, serta bimbingan dari para dosen demi penyempurnaan di masa-masa yang akan datang, semoga makalah ini bermanfaat bagi kami. Akhirnya kami mohon maaf atas segala kekurangan.










BAB I
PENDAHULUAN
Untuk membangun sumber daya manusia (SDM) yang bermutu tinggi, maka diperlukan pendidikan yang bermutu, berperadaban, efektif dan efisien. Karena SDM yang bermutu hanyalah dapat dibentuk, dikembangkan segala potensi dan kemampuannya melalui pendidikan dalam arti yang seluas-luasnya.
Manajemen pendidikan sebagai suatu disiplin ilmu memainkan peranan yang amat penting dalam mewujudkan system pendidikan yang bermutu dan berkelanjutan. Manajemen system pendidikan amat penting karena proses penataan sumber daya pendidikan (pengelolaan tenaga kependidikan, kurikulum dan pembelejaran, keuangan, sarana dan prasarana  pendidikan, serta keterlibatan secara terpadu dan simultan antara pemerintah, sekolah dan masyarakat) perlu dimenej secara professional.
 Artinya seluruh sumber daya pendidikan yang ada, tidak akan berpengaruh dalam pembangunan SDM yang bermutu, apabila manajemen pendidikannya lemah. Dengan demikian, manajemen pendidikan yang professional merupakan salah satu kunci penting dalam membangun system pendidikan Nasional, dengan demikian akan dijelaskan lebih lanjut dalam makalah ini mengenai Manajemen Lembaga Pendidikan Islam, yang membahas diantaranya
1. Pengertian dan pentingnya studi manajemen.
2. Fungsi-fungsi manajemen.
3. Sejarah (aliran-aliran) manajemen.
4. Manajemen dan islam
5. Mengapa perlu menejemen?


                                                                             
                                                                             





BAB II
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN DAN PENTINGNYA STUDY MANAJEMEN
a.      Definisi Manajemen
Manajemen dalam bahasa inggris dikenal dengan kata manage yang berarti mengatur, mengurus, melaksanakan dan mengelola (John M. Echols & Hasan Shadily, 2003:372). Sedangkan dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (W.S.J. Poerwadarminata 2007:742) manajemen diartikan sebagai cara mengelola suatu perusahaan besar. Pengelolaan atau pengaturan dilaksanakan oleh seorang manajer (pengatur/pemimpin) berdasarkan urutan manajemen.[1]
Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu.[2]
Manajemen merupakan ilmu, kiat, seni dan profesi. Dikatakan sebagai ilmu, menurut Gulick (1965) dalam Satori (2006:10), karena manajemen dipandang sebagai suatu bidang pengetahuan yang secara sistematisberusaha memahami mengapa dan bagaimana orang bekerjasama. Dikatakan sebagaikiat, menurut Follett, karena manajemen dilandasi oleh keahlian khusus untuk mencapai suatu prestasi manajer dan para profesionalnya dituntun oleh suatu kode etik .sifat khusus yang utama manajemen adalah integrasi dan penerapan ilmu serta pendekatan analisis yang dikembangkan oleh banyak disiplin ilmu. Manajemen sebagai seni karena dalam melaksanakan fungsi dan prinsip manajemen dihadapkan kepada masalah-masalah yang kompleks yang membutuhkan seorang pemimpin yang memiliki seni memimpin yang dapat mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Manajemen sebagai profesi dilandasi oleh nilai-nilai etik organisasi yang membutuhkan keahlian khusus yang tidak sembarangan orang dapat melekukan pekerjaan manajerial secara professional seperti yang digariskan dalam kerangka ilmu manajemen pendidikan.
Hersey dan Blandchard (1982:3) mendefinisikan manajemen sebagai proses kerjasama melalui orang-orang atau kelompok untuk mencapai tujuan organisasi yang diterapkan pada semua bentuk dan jenis organisasi. Gulick (1965), ahli administrasi public Amerika, mengemukakan bahwa manajemen menjadi suatu ilmu jika teori-teorinya mampu menuntun manajer dengan kejelasan apa yang harus dilakukan pada situasi tertentu memungkinkan mereka meramalkan akibat-akibat dari tindakannya. Dalam perjalanannya sebagai suatu manajemen diuji dengan pengalaman. Robert Owen (1800-1828), seorang pionir manajemen personalia modern terkemuka, mengatakan bahwa manajemen perusahaan yang baik menguntungkan bagi sang majikan dan merupakan bagian pokok dari setiap pekerjaan manajer.[3]
b.      Pentingnya Study Manajemen
Manjemen merupakan alat untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Manajemen yang baik akan memudahkan terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, da masyarakat. Dengan manajemen, daya guna dan hasil guna unsure-unsur manajemen akan dapat ditingkatkan.[4]
Selain itu, manajemen merupakan suatu cara meningkatkan performansi secara terus menerus pada setiap level operasi atau proses, dalam setiap area fungsional dari suatu organisasi, dengan menggunakan semua sumber daya manusia dan modal yang tersedia.[5]
Adapun unsur-unsur manajemen itu terdiri dari: man, money, methode machines, materials, dan market. Disingkat 6 M.
Manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengatur. Timbul pertanyaan tentang: apa yang diatur, apa tujuannya diatur, mengapa harus diatur, siapa yang mengatur dan bagaimana mengaturnya.[6].
1.      Yang diatur adalah semua unsure manajemen, yakni 6 M.
2.      Tujuannya  diatur adalah agar 6 Mlebih berdaya guna dalam mewujudkan tujuan.
3.      Harus diatur supaya 6 M itu bermanfaat optima, terkoordinasi dan terintegrasi dengan baik dalam menunjang terwujudnya tujuan organisasi.
4.      Yang mengatur adalah pimpinan dengan kepemimpinannya yaitu pimpinan puncak, manajer madya, dan supervise.
5.      Mengaturnya adalah dengan melakukan kegiatan urut-urutan fungsi manajemen tersebut.[7].

B.     FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN
Fungsi-fungsi manajemen yang dikemukakan para penulis tidak sama, tergantung pada sudut pendekatan dan pandangan mereka. Untuk bahan perbandingan di kemukakan pembagian fungsi-fungsi manajemen pada tabel di bawah ini





FUNSI-FUNGSI MANAJEMEN
G.R. Terry
John F.Mee
Louis A.Allen
MC. Namara
1.            Planning
2.            Organizing
3.            Actuating
4.            Controlling
Planning
Organizing
Motivating
Controlling
Leading
Planning
Organizing
 controlling
Planning
Programming
Budgeting
System
Henry Fayol
Harold Koontz
Cyril O’Donnel
Drs.P.Siagian
Prof. Drs. Oey
Liang Lee
1.      Planning
2.      Organizing
3.      Commanding
4.      Coordinating
5.      Controlling
Planning
Organizing
Staffing
Directing
Controlling
Planning
Organizing
Motivating
Controlling
Evaluation
Perencanaan
Pengorganisasian
Pengarahan
Pengkoordinasian
Pengontrolan
W.H. Newman
Luther Gullick
Lyndall F.Urwick
John. D.Millet
Planning           Organizing
Assembling Resources
  Directing
  Controlling
Planning
Organizing
Staffing
Directing
Coordinating
Reporting
Budgeting
Forecasting
Planning
Organizing
Commanding
Coordinating
Controlling
Directing
Facilitating

Jika fungsi manajemen yang dikemukakan para ahli digabungkan maka terdapat beberapa fungsi yaitu forecasting, planning, termasuk budgeting, organizing, acting, staffing, atau assembling, facilitating, directing atau commanding leading, coordinating termasuk system, motivating, controlling, reporting.[8]
1.      Planning
Berbagai batasan tentang planning dari yang sangat sederhana sampai dengan yang sangat rumit. Misalnya yang sederhana saja merumuskan bahwa perencanaan adalah penentuan serangkaian tindakan untuk mencapai suatu hasil yang diinginkan. Pembatasan yang terakhir merumuskan perencaan merupakan penetapan jawaban kepada enam pertanyaan berikut :
1.      Tindakan apa yang harus dikerjakan ?
2.      Apakah sebabnya tindakan itu harus dikerjakan /
3.      Di manakah tindakan itu harus dikerjakan ?
4.      kapankah tindakan itu harus dikerjakan ?
5.      Siapakah yang akan mengerjakan tindakan itu ?
6.      Bagaimanakah caranya melaksanakan tindakan itu ?
2.      Organizing
Organizing (organisasi) adalah dua orang atau lebih yang bekerja sama dalam cara yang terstruktur untuk mencapai sasaran spesifik atau sejumlah sasaran.[6]

3.      Leading
Pekerjaan leading meliputi lima kegiatan yaitu :
·         Mengambil keputusan
·         Mengadakan komunikasi agar ada saling pengertian antara manajer dan bawahan.
·         Memeberi semangat, inspirasi, dan dorongan kepada bawahan supaya mereka bertindak.
·         Memeilih orang-orang yang menjadi anggota kelompoknya, serta memperbaiki pengetahuan dan sikap-sikap bawahan agar mereka terampil dalam usaha mencapai tujuan yang ditetapkan.
4.      Directing/Commanding
Directing atau Commanding adalah fungsi manajemen yang berhubungan dengan usaha memberi bimbingan, saran, perintah-perintah atau instruksi kepada bawahan dalam melaksanakan tugas masing-masing, agar tugas dapat dilaksanakan dengan baik dan benar-benar tertuju pada tujuan yang telah ditetapkan semula.
5.      Motivating
Motivating atau pemotivasian kegiatan merupakan salah satu fungsi manajemen berupa pemberian inspirasi, semangat dan dorongan kepada bawahan, agar bawahan melakukan kegiatan secara suka rela sesuai apa yang diinginkan oleh atasan.
6.      Coordinating
Coordinating atau pengkoordinasian merupakan salah satu fungsi manajemen untuk melakukan berbagai kegiatan agar tidak terjadi kekacauan, percekcokan, kekosongan kegiatan, dengan jalan menghubungkan, menyatukan dan menyelaraskan pekerjaan bawahan sehingga terdapat kerja sama yang terarahdalam upaya mencapai tujuan organisasi.
7.      Controlling
Controlling atau pengawasan, sering juga disebut pengendalian adalah salah satu fungsi manajemen yang berupa mengadakan penilaian, bila perlu mengadakan koreksi sehingga apa yang dilakukan bawahan dapat diarahkan ke jalan yang benar dengan maksud dengan tujuan yang telah digariskan semula.
8.      Reporting
Adalah salah satu fungsi manajemen berupa penyampaian perkembangan atau hasil kegiatan atau pemberian keterangan mengenai segala hal yang bertalian dengan tugas dan fungsi-fungsi kepada pejabat yang lebih tinggi.
9.      Staffing
Staffing merupakan salah satu fungsi manajemen berupa penyusunan personalia pada suatu organisasi sejak dari merekrut tenaga kerja, pengembangannya sampai dengan usaha agar setiap tenaga memberi daya guna maksimal kepada organisasi.
10.  Acting
Acting merupakan tindakan pelaksana dari rencana yang telah dibuat. Pelaksanaan dilaksanakan jika fungsi perencanaan sudah matang dibuat pelaksanaan dalam manajemen lebih dikenal dengan bahasa implementasi dai program
11.  Facilitating
Facilitatingmerupaka kegiatan memfasilitasi karyawan dengan alat atau model yang dibutuhkan. Fasilitas bias berupa barang atau jasa sesuai kebutuhan karyawan.
12.  Forecasting
Forecasting adalah meramalkan, memproyrksikan, atau mengadakan taksiran terhadap berbagai kemungkinan yang akan terjadi sebelum suatu rancana yang lebih pasti dapat dilakukan.
13.  Evaluating
Evaluating merupakan fungsi sebelum mengambil tindakan korektif oleh pimpinan. Fungsi ini dilaksanakan jika dalam organisasi terdapat hal yang harus dievaluasi. [9]
Berdasarkan beberapa rumusan fungsi manajemen yang dikemukakan oleh para ahli, menunjukkan ada beberapa kata yang berbeda. Namun demikian, kalau kita pahami dalam implementasinya pendapat-pendapat tersebut memiliki tujuan yang sama yaitu agar tujuan organisasi dapat tercapai secara efektif dan efisien dengan melibatkan berbagai potensi yang ada. Fungsi dan prinsip manajemen pendidikan membutuhkan keterlibatan semua unsure organisasi baik secara individu maupun kelompok dibawah wewenang dan koordinasi pimpinan insti tusi pendidikan. Kepemimpinan pendidikan harus mampu memberdayakan semua sumber daya pendidikan menuju perbaikan yang terus menerus sesuai dengan tuntutan masyarakat dan kemajuan ilmu pengetahuan.[10]

C.     ALIRAN ALIRAN MANAJEMEN
Pemikiran ini berkembang selama Revolusi Industri tatkala bermunculan masalah-masalah yang berhubungan dengan sistem yang selama ini berlaku di pabrik. Manajer mengalami ketidakpastian dalam cara bagaimana melatih pekerja. Kesulitan ini muncul karena Revolusi Industri mendorong imigrasi penduduk antarnegara, utamanya dari wilayah yang non berbahasa Inggris ke negara-negara yang berbahasa Inggris. Manajer juga gagap dalam menangani ketidakpuasan pekerja yang cenderung meningkat. Lalu, mereka mulai menguji sejumlah solusi. Hasilnya, teori manajemen klasik terbentuk sebagai upaya menemukan cara terbaik untuk memanajemen dan mengerjakan pekerjaan. Aliran Manajemen Klasik (Classical School of Management) terdiri atas dua cabang: Aliran Saintifik Klasik dan Aliran Administrasi Klasik.
1.      Aliran Saintifik Klasik (Classical Scientific School)
Aliran ini muncul akibat adanya kebutuhan untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi. Penekanannya pada bagaimana menemukan cara terbaik untuk menyelesaikan pekerjaan yang dilakukan dengan cara menguji bagaimana sesungguhnya proses kerja dilakukan serta keahlian apa yang dibutuhkan oleh pekerja dalam proses kerja tersebut. Aliran ini banyak berhutang pada sejumlah pemikir dominan seperti Frederick Taylor, Henry Gantt, serta Frank dan Lillian Gilbreth.
Frederick Taylor. Ia kerap dijuluki “bapak manajemen saintifik.” Taylor percaya bahwa organisasi seharusnya mempelajari tugas-tugas yang dilakukan para anggotanya serta membangun prosedur-prosedur kerja yang baku. Contohnya, tahun 1898, Taylor menghitung berapa banyak besi dari pabrik di Bethlehem Steel dapat dipindahkan andaikata para pekerja menggunakan gerakan, alat, dan langkah-langkah yang benar. Hasilnya mencengangkan, yaitu seharusnya 47,5 ton sehari ketimbang 12,5 ton seperti yang selama ini berlaku.
Sebagai tambahan, dengan mendesain ulang sekop yang pekerja gunakan, Taylor mampu meningkatkan lama waktu kerja dari satu pekerja sehingga mengurangi jumlah penyekop dari 500 menjadi 140 orang. Akhirnya, ia membangun sistem insentif yang membayar uang lebih kepada pekerja yang mampu beradaptasi dengan metode baru. Produktivitas Bethlehem Steel meroket. Hasilnya, banyak teoretisi mengikuti filosofi Taylor tatkala mereka membangun prinsip-prinsip manajemen di perusahaan masing-masing.
Henry Gantt. Ia adalah kolega Taylor. Gantt membuat skema yang dikenal dengan Skema Gantt. Skema Gantt adalah sebuah grafik yang memuat matriks perbandingan antara rencana kerja dengan pekerjaan yang terselesaikan selama proses produksi. Dengan lebih menitikberatkan pada waktu ketimbang kuantitas, isi, ataupun berat, display visual ini secara luas dipergunakan sebagai alat perencanaan dan kontrol sejak ia diciptakan Gantt tahun 1910.
Frank dan Lillian Gilbreth. Sepasang suami istri ini merupakan satu tim. Mereka mempelajari gerakan-gerakan pekerja saat melakukan pekerjaan. Karir awal Frank selaku pemasang bata, membuatnya tertarik dan mempelajari metode dan standardisasi kerja pemasangan bata. Ia memperhatikan pemasangan bata dan memperhatikan adanya sejumlah pekerja yang bekerja lambat dan tidak efisien, sementara lainnya produktif. Dari pengamatan ia menyimpulkan bahwa setiap pemasang bata menggunakan gerakan-gerakan yang berbeda tatkala memasang bata.
Dari observasi tersebut, Frank menandai gerakan dasar yang penting untuk melakukan pekerjaan serta membuang gerakan yang tidak perlu. Pekerja yang menggunakan metode baru Frank ternyata mampu meningkatkan hasil pekerjaan pemasangan, dari 1000 menjadi 2700 pemasangan bata per hari. Ini merupakan studi gerakan pertama yang didesain untuk mempertahankan cara terbaik dalam bekerja. Kemudian, Frank dan Lillian Gilbreth mempelajari gerakan kerja menggunakan kamera perekam dan jam. Tatkala suaminya wafat di usia 56, Lillian meneruskan pekerjaan mereka.
Hal yang dipetik dari studi suami isteri ini adalah gagasan dasar seputar manajemen saintifik, yang terdiri atas: 
·Membangun standar-standar baru sehubungan dengan cara-cara melakukan pekerjaan;
·Memilih, melatih, dan mengembangkan pekerja adalah lebih baik ketimbang membiarkan mereka memilih sendiri pekerjaan dan bagaimana melakukannya.
·Membangun semangat kerjasama antara pekerja dan manajemen guna memastikan bahwa pekerjaan telah dilakukan sesuai prosedur.
·Pembagian kerja yang jelas antara pekerja dan manajemen di hampir seluruh lini. 
2.      Aliran Administrasi Klasik (Classical Administrative School)
Tatkala Aliran Saintifik Klasik fokus pada produktivitas individual (pekerja), Aliran Administrasi Klasik berkonsentrasi pada organisasi secara keseluruhan. Penekanannya lebih pada bagaimana menciptakan prinsip-prinsip manajerial ketimbang cara-cara kerja yang baru. Kontributor pemikiran ini adalah Max Weber, Henri Fayol, Mary Parker Follett, dan Chester Irving Barnard. Teoretisi-teoretisi tersebut mempelajari arus informasi di dalam organisasi dan menekankan pentingnya memahami bagaimana sesungguhnya organisasi – sebagai keseluruhan– beroperasi.
Max Weber. Akhir 1800-an, Max Weber menyatakan ketidaksukaannya atas kenyataan banyaknya organisasi-organisasi di Eropa yang dimanajemen ala keluarga pribadi, termasuk Dinasti Hohenzollern di Jerman. Dalam organisasi-organisasi tersebut, para pekerja hanya setia kepada supervisor kelompok masing-masing ketimbang organisasi sebagai suatu keseluruhan. Untuk itu, Weber yakin bahwa organisasi seharusnya dimanajemen secara impersonal dan harus punya struktur organisasi yang bersifat formal.
Weber juga menekankan pentingnya kepatuhan atas aturan-aturan tertulis dalam organisasi. Weber menolak untuk menyerahkan otoritas kepada satu personalitas (individu). Baginya, otoritas seharusnya merupakan sesuatu yang berbaur dengan pekerjaan seseorang bukan kepada pribadi. Otoritas pun harus dapat secara mudah dipindahkan dari orang yang satu ke orang lainnya. Organisasi yang non personal dan berbentuk obyektif ini disebut birokrasi.
Weber yakin bahwa seluruh birokrasi punya karakteristik berikut: 
·         Hirarki yang Disusun Baik. Seluruh posisi dalam birokrasi dibagi dengan cara yang memungkinkan posisi yang lebih tinggi mengawasi dan mengendalikan posisi yang lebih rendah. Rantai komando tegas ini memungkinkan kontrol manajerial atas organisasi secara keseluruhan.
·         Pembagian Kerja dan Spesialisasi. Seluruh pertanggungan jawab dalam organisasi dirinci sehingga setiap pekerja punya kebebasan melakukan tugas-tugas tertentu karena jelas aturannya.
·         Aturan dan Perundangan. Prosedur operasi standar harus mengatur seluruh kegiatan organisasi untuk menyediakan kepastian dan menjamin terlaksananya koordinasi.
·         Hubungan Impersonal Manajer dan Pekerja. Manajer harus memelihara hubungan impersonal dengan pekerja sehingga favoritisme dan penilaian subyektif tidak mempengaruhi pembuatan keputusan.
·         Kompetensi. Kompetensi, bukan siapa yang anda kenal, harus menjadi dasar seluruh keputusan dalam kontrak kerja, penempatan, dan promosi dalam rangka meningkatkan kemampuan kerja dan merit system selaku karakteristik utama dalam organisasi birokrasi.
·         Dokumentasi. Birokrasi perlu memelihara dokumen mereka secara lengkap atas segala aktivitasnya agar ketika masalah muncul, preseden mudah ditemukan.
Henri Fayol. Insinyur pertambangan Perancis ini merinci 14 prinsip manajemen seperti telah dimuat dalam tulisan sebelumnya. Prinsip-prinsip ini memungkinkan manajemen modern saat ini memperoleh pedoman seputar bagaimana supervisor mengorganisir departemennya dan memanajemen stafnya secara seharusnya. Kendati riset di masa kemudian menolak beberapa di antara gagasannya, umumnya prinsip-prinsip Fayol masih digunakan secara luas dalam teori-teori manajemen.
Mary Parker Follett. Ia menekankan pentingnya menetapkan tujuan bersama bagi para pekerja di dalam organisasi. Follett punya pendapat berbeda dengan teoretisi lainnya yang cenderung memandang kegiatan manajemen secara mekanik. Follett merupakan pionir dalam pembicaraan mengenai etika, kuasa, dan kepemimpinan dalam dunia manajemen. Ia mendorong manajer agar mengizinkan pekerja berpartisipasi dalam proses pembuatan keputusan. Follett menekankan pentingnya faktor manusia ketimbang teknik-teknik pekerjaan. Hasilnya, ia menjadi pionir pemihakan atas pekerja dan kerap dianggap sepele oleh sarjana manajemen di masanya. Namun, waktu berubah, dan gagasan inovatif dari masa lalu tiba-tiba dimaknai secara baru. Banyak yang para manajer lakukan sekarang didasarkan pada dasar-dasar yang telah Follett bangun 70 tahun silam.
Chester Irving Barnard. Barnard adalah presiden New Jersey Bell Telephone Company. Ia memperkenalkan gagasan “organisasi informal.” Organisasi informal adalah klik (kelompok di dalam organisasi, bersifat eksklusif) yang secara alami terbentuk di dalam organisasi. Ia menganggap organisasi informal ini punya peran besar dalam fungsi komunikasi dalam organisasi. Mereka sesungguhnya dapat membantu organisasi mencapai tujuan.
Secara khusus, Barnard merasakan pentingnya manajer membangun semangat tujuan bersama di mana kehendak bekerjasama dapat didorong secara maksimal. Barnard dianggap pembangun teori “manajemen dengan persetujuan,” yang menekankan manajer hanya memiliki kewenangan yang legitimate untuk bertindak tatkala pekerja telah menyetujui kewenganangan tersebut. Bagi Barnard, 4 faktor berikut mempengaruhi keinginan pekerja untuk menerima otoritas:
1.      Pekerja telah memahami proses komunikasi di dalam organisasi;
2.      Pekerja menyetujui bahwa komunikasi yang dikembangkan konsisten dengan tujuan organisasi;
3.      Pekerja merasakan bahwa tindakan mereka konsisten dengan kebutuhan dan keinginan para pekerja lainnya; dan
4.      Pekerja merasa bahwa mereka secara mental dan fisik mampu melaksanakan perintah.
Simpati Barnard bagi pemahaman atas kebutuhan pekerja menempatkan dirinya selaku jembatan penghubung antara aliran manajemen klasik dengan teori manajemen perilaku.
3.      Teori Manajemen Perilaku (Behavioral Management Theory)
Penekanan pemikiran manajemen pasca aliran klasik ada di seputar interaksi dan motivasi individu di dalam organisasi. Prinsip-prinsip manajemen selama periode klasik kurang mampu menyesuaikan diri dengan aneka situasi berbeda yang berkembang di sekeliling organisasi. Aliran tersebut juga dianggap kurang mampu menjelaskan munculnya perilaku pekerja yang beragam dalam menjalankan pekerjaan. Singkatnya, aliran klasik dianggap telah mengabaikan motivasi dan perilaku tumbuh di dalam diri pekerja. Hasilnya, muncul aliran perilaku (behavioral).
Teori manajemen behavioral kerap disebut gerakan hubungan manusia akibat ia menekankan pentingnya dimensi manusia dalam pekerjaan. Teoretisi behavioral yakin bahwa pemahaman yang lebih baik atas perilaku manusia saat mereka bekerja, seperti motivasi, konflik, harapan, dan dinamika kelompok, akan meningkatkan produktivitas organisasi.
Elton Mayo. Kontribusi Mayo berawal dari Hawthorne Studies. Mayo dan rekannya F. J. Roethlisberger menyimpulkan bahwa peningkatan produksi merupakan hasil pengawasan supervisor ketimbang perubahan pencahayaan ruangan atau fasilitas-fasilitas lain yang bersifat fisik bagi pekerja. Supervisor yang mampu memahami apa yang sesungguhnya diinginkan pekerja, diyakini akan mampu meningkatkan motivasi dan produktivitas mereka. Kesimpulan pokok dari Hawthorne Studies adalah, hubungan antarmanusia dan kebutuhan sosial pekerja adalah aspek kunci bagi manajemen. Konsep motivasi dalam diri manusia ini mendorong munculnya teori dan praktek manajemen yang revolusioner.
Abraham Maslow. Seorang psikolog, membangun apa yang kemudian dikenal sebagai Teori Kebutuhan. Teori kebutuhan adalah teori motivasi kerja yang didasarkan pada kebutuhan umum manusia. Teori Maslow punya 3 asumsi: 
1.Kebutuhan manusia tidak akan pernah terpuaskan;
2.Perilaku manusia punya tujuan dan dimotivasi oleh kebutuhan untuk merasakan kepuasan; dan
3.Kebutuhan dapat diklasifikasi menurut struktur hirarki dari yang terpenting, yaitu dari bawah (dasar) hingga yang lebih kemudian.


4.      Aliran Manajemen Kuantitatif
Selama Perang Dunia II, matematikawan, fisikawan, serta ilmuwan ilmu-ilmu pasti lainnya menggabungkan diri ke dalam bidang kemiliteran untuk melawan aliansi Jerman, Jepang, dan Italia. Aliran manajemen kuantitatif adalah hasil dari riset manajemen yang diadakan selama Perang Dunia II tersebut. Pendekatan kuantitatif atas manajemen melibatkan penggunaan teknik-teknik kuantitatif-matematika seperti statistik, model informasi, dan simulasi komputer untuk memprediksi proses pembuatan keputusan. Aliran ini punya beberapa cabang.

1.      Manajemen Sains
Aliran manajemen sains muncul menyikapi masalah yang berhubungan dengan perang global. Kini, pandangan Manajemen Sains mendorong manajer menggunakan matematika, statistik, dan teknik kuantitatif lainnya untuk membuat keputusan. Manajer dapat menggunakan model komputer untuk menggambarkan cara terbaik, misalnya menghemat uang dan waktu, dalam suatu proses produksi. Manajer menggunakan sejumlah aplikasi sains berikut:
·Matematika terapan membantu membuat proyeksi hal-hal penting dalam proses perencanaan.
·Model inventory mengendalikan inventaris dan pengorderan barang secara matematis.
·Selain Manajemen Sains, juga terdapat Manajemen Operasi.
2.      Manajemen Operasi
Manajemen operasi adalah cabang kecil dari pendekatan kuantitatif dalam manajemen. Fokusnya pada bagaimana memanajemen proses pengubahan material, tenaga kerja, dan modal menjadi output (jasa dan barang) yang punya manfaat dan nilai jual. Manajemen operasi fokus pada pencarian metode paling efektif yang digunakan oleh organisasi untuk memproduksi manufaktur ataupun jasa. Sumber daya input atau faktor produksi, termasuk ragam bahan mentah, teknologi, modal informasi, dan orang yang dibutuhkan guna menciptakan produk akhir, didayagunakan secara lebih efektif untuk meningkatkan produktivitas.
Manajemen operasi saat ini memberi perhatian khusus pada tuntutan kualitas, layanan pelanggan, dan persaingan. Proses diawali dengan perhatian pada kebutuhan konsumen: Apa yang sesungguhnya konsumen inginkan? Di mana mereka menginginkannya? Kapan mereka menginginkannya? Berdasar jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut, manajer baru mengerahkan sumber daya dan mengambil tindakan untuk memenuhi harapan pelanggan.

3.      Sistem Informasi Manajemen
Sistem Informasi Manajemen (SIM) adalah salah satu bidang aliran kuantitatif. SIM mengorganisir masa lalu, masa kini, dan melakukan proyeksi data, baik dari sumber internal maupun eksternal, untuk diolah menjadi informasi yang bermanfaat. Informasi tersebut tersedia bagi para manajer di aneka level. SIM juga memungkinkan pengorganisasian data ke dalam format yang bermanfaat dan mudah diakses. Hasilnya, manajer dapat mengenali pilihan-pilihan keputusan secara cepat, mengevaluasi alternatif menggunakan program pengolah angka, simulasi jika-begini-maka-begitu, dan akhirnya, memilih alternatif terbaik berdasar jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini.

5.      Aliran Manajemen Kontijensi (Situasional)
Aliran manajemen kontijensi dapat dirangkum sebagai pendekatan semua tergantung pada. Tesisnya, suatu tindakan manajemen yang akan diterapkan serta pendekatan yang digunakan dalam tindakan tersebut sepenuhnya bergantung pada situasi. Sebab itu, manajemen kontijensi juga disebut aliran manajemen situasional. Aliran ini muncul sebagai hasil riset tahun 1960-an dan 1970-an dan sekaligus merupakan reaksi penolakan atas aliran saintifik. Riset-riset tersebut fokus pada faktor-faktor situasional yang mempengaruhi struktur dan gaya kepemimpinan organisasi di aneka situasi berbeda.
Bagi aliran kontijensi, perubahan lingkungan, ketidakmenentuan zaman, perubahan teknologi kerja, dan peningkatan/penurnan ukuran perusahaan, merupakan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi efektivitas manajerial di aneka bentuk organisasi. Menurut aliran ini, kondisi-kondisi yang merupakan asumsi dasar aliran saintifik seperti lingkungan yang stabil, sentralisasi, standardisasi, dan spesialisasi guna mencapai efisiensi dan konsistensi, telah usai. Era stabilitas, kepastian, prediktabilitas, yang memungkinkan diterapkannya kebijakan, aturan, dan prosedur-prosedur tetap seperti diasumsikan oleh Aliran Saintifik kini sudah tidak ada lagi. Aliran kontijensi mengasumsikan lingkungan yang mengelilingi kehidupan organisasi penuh dengan ketidakpastian.
Aliran kontijensi yang berkembang di lingkungan tak stabil menghendaki desentralisasi untuk menjamin terwujudnya fleksibilitas dan adaptabilitas organisasi. Ketidakmenentuan dan ketidakterukuran membutuhkan metode penyelesaian masalah yang sifatnya non rutin, atau situasional.
Aliran kontijensi diwakili oleh Paul Lawrence and Jay Lorsch dalam karyanya Organizations and Environment: Managing Differentiation and Integration yang terbit tahun 1967. Dalam karya tersebut, Lawrence and Lorsch berpendapat bahwa unit-unit organisasi yang bergerak dalam lingkungan berbeda cenderung mengembangkan karakteristik unit yang juga berbeda. Semakin besar perbedaan internal di antara mereka, semakin besar pula kebutuhan koordinasi antar unit tersebut.
Joan Woodward dalam karyanya Industrial Organization: Theory and Practice yang terbit tahun 1965 juga menemukan fakta organisasi manufaktur yang sukses secara finansial serta menggunakan aneka jenis teknologi kerja ternyata memiliki perbedaan sehubungan dengan jumlah tingkatan manajemen, perluasan manajemen, dan derajat spesialisasi para pekerjanya. Ia menghubungkan perbedaan dalam organisasi untuk mengembangkan performa kerja dan berpendapat bahwa bentuk-bentuk organisasi tertentu hanya cocok bagi tipe teknologi kerja tertentu.

6.      Aliran Manajemen Kualitas (Quality School of Management)
Aliran Manajemen Kualitas adalah konsep menyeluruh seputar leading dan operating suatu organisasi. Ia dimaksudkan untuk meningkatkan performa kerja organisasi secara terus-menerus dengan fokus pada customer seraya sensitif terhadap kepentingan para stake holder. Dengan kata lain, Manajemen Kualitas fokus pada bagaimana cara mengorganisasi secara total untuk menciptakan pelayanan terbaik pada pelanggan.
Perbedaan Manajemen Kualitas dengan aliran-aliran sebelumnya terdapat dalam masalah sikap manajemen terhadap produk dan pekerja. Aliran sebelumnya fokus pada volume produksi dan biaya produksi. Kualitas dikendalikan menggunakan metode pindai (pemeriksaan hasil produksi), masalah diselesaikan hanya oleh pihak manajemen, dan peran manajemen didefinisikan hanya sebagai planning (perencanaan), menentukan pekerjaan, dan pengendalian produksi. Manajemen Kualitas berbeda. Ia fokus pada pelanggan dan bagaimana memenuhi kebutuhan mereka.
Manajemen Kualitas diarahkan lewat serangkaian tindakan pencegahan, misalnya memastikan kualitas terjadim dalam tiap-tiap tahapan pekerjaan. Jika muncul masalah, maka ia diselesaikan oleh suatu tim. Setiap orang harus bertanggung jawab atas kualitas produk. Peran manajemen adalah mendelegasikan, melatih, memfasilitasi, dan membimbing pekerja. Prinsip utama Manajemen Kualitas adalah : kualitas, kerja tim, dan manajemen yang proaktif demi proses peningkatan kinerja yang menjamin kepuasan pelanggan.
W. Edward Deming. Tokoh Manajemen Kualitas ini menerbitkan pemikiran dalam karyanya Out of the Crisis. Karya tersebut terbit tahun 1986. Ia seorang Amerika Serikat yang bekerja sama dengan Walter A. Shewhard di Bell Telephone Company. Rekannya itu, Shewhart, seorang ahli statistik yang berpendapat bahwa kendali produksi dapat dimanajemen secara lebih baik dengan menggunakan metode statistik. Shewhart lalu menyusun bagan statistik untuk mengendalikan variabel-variabel dalam proses produksi.
Berdasarkan karya Shewhart itulah Deming mengembangkan proses kerja yang menggunakan teknik-teknik statistik yang diyakini mampu memberi peringatan awal seputar kapan seorang manajer harus mengintervensi sebuah proses produksi. Deming lalu dikirim ke Jepang untuk memulihkan pabrik-pabrik manufaktur Jepang yang hancur karena perang. Di sana Deming memperkenalkan metode statistical process control kepada kalangan bisnis dan insinyur Jepang. Konsep Deming kemudian meluas dan menjadi standard dalam penjaminan kualitas atas seluruh proses produksi.
Lebih lanjut, Deming kemudian mengembangkan konsep reaksi berantai. Reaksi ini muncul tatkala kualitas meningkat, biaya turun, dan produktivitas meningkat. Kondisi ini akan mendorong upaya perluasan lapangan kerja, perluasan pasar, dan kebertahanan hidup yang lebih lama bagi perusahaan. Ia menekankan pentingnya kebanggaan dan kepuasan pekerja seraya menekankan bahwa tanggung jawab manajer-lah untuk meningkatkan proses pekerjaan, bukan pekerja.
Deming juga memperkenalkan Lingkaran Kualitas, yang didasarkan pada pentingnya pertemuan-pertemuan rutin dan periodik dari para pekerja yang diklasifikasi ke dalam kelompok-kelompok untuk melakukan pembahasan seputar kualitas produk secara menyeluruh. Poin-poin Manajemen Kualitas yang Deming tawarkan dapat diringkas sebagai berikut:
·         Susun rencana; publikasikan maksud dan tujuan organisasi;
·         Pelajari dan adopsi filosofi kualitas yang baru;
·         Pahami tujuan dari inspeksi; hentikan kebergantungan pada inspeksi;
·         Hentikan pandangan tinggi atas bisnis semata-mata pada harga;
·         Tingkatkan kinerja sistem secara terus-menerus;
·         Lembagakan pelatihan;
·         Latih dan lembagakan kepemimpinan;
·         Buang rasa takut, ciptakan kepercayaan, dan bentuk iklim inovasi;
·         Tingkatkan upaya dari tim, kelompok, dan staf;
·         Hentikan pemaksaan dan pentargetan pada para pekerja; ciptakan metode prestasi;
·         Hentikan kuota angka bagi para pekerja;
·         Buang hambatan yang merampok kebanggaan diri pekerja atas pekerjaannya;
·         Dorong pendidikan dan peningkatan diri untuk setiap orang; dan
·         Bertindak secara transformatif, buat itu sebagai pekerjaan setiap orang.
D.    MANAJEMEN MENURUT ISLAM
Ramayulis (2008:362) menyatakan bahwa pengertian yang sama dengan hakikat manajemen adalah al-tadbir (pengaturan). Kata ini merupakan derivasi dari kata dabbara (mengatur) yang banyak terdapat dalam Al Qur’an seperti firman Allah SWT :
يُدَبِّرُ اْلأَمْرَ مِنَ السَّمَآءِ إِلَى اْلأَرْضِ ثُمَّ يَعْرُجُ إِلَيْهِ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ أَلْفَ سَنَةِ مِّمَّا تَعُدُّونَ
Artinya : Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadanya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu (Al Sajdah : 05).
Dari isi kandungan ayat di atas dapatlah diketahui bahwa Allah swt adalah pengatur alam (manager). Keteraturan  alam raya ini merupakan bukti kebesaran Allah swt dalam mengelola alam ini. Namun, karena manusia yang diciptakan Allah SWT telah dijadaikan sebagai khalifah di bumi, maka dia harus mengatur dan mengelola bumi dengan sebaik-baiknya sebagaimana Allah mengatur alam raya ini.
Sementara manajemen menurut istilah adalah proses mengkordinasikan aktifitas-aktifitas kerja sehingga dapat selesai secara efesien dan efektif dengan dan melalui orang lain (Robbin dan Coulter, 2007:8).
Sedangkan Sondang P Siagian (1980:5) mengartikan manajemen sebagai kemampuan atau keterampilan untuk memperoleh suatu hasil dalam rangka mencapai tujuan melalui kegiatan-kegiatan orang lain.
Bila kita perhatikan dari kedua pengertian manajemen di atas maka dapatlah disimpulkan bahwa manajemen merupkan sebuah proses pemanfaatan semua sumber daya melalui bantuan orang lain dan bekerjasama dengannya, agar tujuan bersama bisa dicapai secara efektif, efesien, dan produktip. Sedangkan Pendidikan Islam merupakan proses transinternalisasi nilai-nilai Islam kepada peserta didik sebagai bekal untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan di dunia dan di akhirat.
Dengan demikian maka yang disebut dengan manajemen pendidikan Islam sebagaimana dinyatakan Ramayulis (2008:260) adalah proses pemanfaatan semua sumber daya yang dimiliki (ummat Islam, lembaga pendidikan atau lainnya) baik perangkat keras maupun lunak. Pemanfaatan tersebut dilakukan melalui kerjasama dengan orang lain secara efektif, efisien, dan produktif untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan baik di dunia maupun di akhirat.
Manajemen modern yang berasal dari Barat cenderung mengasingkan manusia dari manusia di sekitarnya. Manajemen modern juga menganggap tenaga kerja merupakan faktor produksi belaka sehingga menciptakan manusia-manusia yang semakin hari semakin terasing dari kodratnya sebagai manusia sosial. Manajemen modern menghasilkan manusia-manusia yang bekerja sampai larut malam tanpa ada lagi kesempatan untuk berkumpul dengan keluarga atau melaksanakan kehidupan sosial dengan masyarakat di sekitarnya.
Melihat perkembangan tersebut, para pakar manajemen mencoba menggali dan mencari referensi-referensi konsep dan ide manajemen berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam sumber-sumber Islam. Menurut Ketua Dewan Penasihat Majelis Ulama Indonesia, Prof KH Ali Yafie, dalam Islam manajemen dipandang sebagai perwujudan amal sholeh yang harus bertitik tolak dari niat baik. Niat baik tersebut akan memunculkan motivasi aktivitas untuk mencapai hasil yang bagus demi kesejahteraan bersama.
Ada empat landasan untuk mengembangkan manajemen menurut pandangan Islam, yaitu: kebenaran, kejujuran, keterbukaan, dan keahlian. Seorang manajer harus memiliki empat sifat utama itu agar manajemen yang dijalankannya mendapatkan hasil yang maksimal. Yang paling penting dalam manajemen berdasarkan pandangan Islam adalah harus ada jiwa kepemimpinan. Kepemimpinan menurut Islam merupakan faktor utama dalam konsep manajemen.
Manajemen menurut pandangan Islam merupakan manajemen yang adil. Batasan adil adalah pimpinan tidak ''menganiaya'' bawahan dan bawahan tidak merugikan pimpinan maupun perusahaan yang ditempati. Bentuk penganiayaan yang dimaksudkan adalah mengurangi atau tidak memberikan hak bawahan dan memaksa bawahan untuk bekerja melebihi ketentuan. Seyogyanya kesepakatan kerja dibuat untuk kepentingan bersama antara pimpinan dan bawahan. Jika seorang manajer mengharuskan bawahannya bekerja melampaui waktu kerja yang ditentukan, maka sebenarnya manajer itu telah mendzalimi bawahannya. Dan ini sangat bertentangan dengan ajaran agama Islam.
Mohammad Hidayat, seorang konsultan bisnis syariah, menekankan pentingnya unsur kejujuran dan kepercayaan dalam manajemen Islam. Nabi Muhammad SAW adalah seorang yang sangat terpercaya dalam menjalankan manajemen bisnisnya. Manajemen yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW, adalah menempatkan manusia bukan sebagai faktor produksi yang semata diperas tenaganya untuk mengejar target produksi.
Nabi Muhammad SAW mengelola (manage) dan mempertahankan (mantain) kerjasama dengan stafnya dalam waktu yang lama dan bukan hanya hubungan sesaat. Salah satu kebiasaan Nabi adalah memberikan reward atas kreativitas dan prestasi yang ditunjukkan stafnya.
Menurut Hidayat, manajemen Islam pun tidak mengenal perbedaan perlakuan (diskriminasi) berdasarkan suku, agama, atau pun ras. Nabi Muhammad SAW bahkan pernah bertransaksi bisnis dengan kaum Yahudi. Ini menunjukkan bahwa Islam menganjurkan pluralitas dalam bisnis maupun manajemen. Hidayat mengungkapkan, ada empat pilar etika manajemen bisnis menurut Islam seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW.
1)      Pilar pertama, tauhid artinya memandang bahwa segala aset dari transaksi bisnis yang terjadi di dunia adalah milik Allah, manusia hanya mendapatkan amanah untuk mengelolanya.
2)      Pilar kedua, adil artinya segala keputusan menyangkut transaksi dengan lawan bisnis atau kesepakatan kerja harus dilandasi dengan akad saling setuju.
3)      Pilar ketiga, adalah kehendak bebas artinya manajemen Islam mempersilahkan umatnya untuk menumpahkan kreativitas dalam melakukan transaksi bisnisnya sepanjang memenuhi asas hukum ekonomi Islam, yaitu halal.
4)      Dan keempat adalah pertanggungjawaban artinya Semua keputusan seorang pimpinan harus dipertanggungjawabkan oleh yang bersangkutan.
Keempat pilar tersebut akan membentuk konsep etika manajemen yang fair ketika melakukan kontrak-kontrak kerja dengan perusahaan lain atau pun antara pimpinan dengan bawahan.
HJM Anowar, konsultan manajemen internasional, melihat ciri manajemen Islami adalah amanah. ''Jabatan merupakan amanah yang harus dipertanggungjawabkan kepada Allah,'' katanya.
Seorang manajer, lanjutnya, harus memberikan hak-hak orang lain, baik mitra bisnisnya ataupun karyawannya. ''Pimpinan harus memberikan hak untuk beristirahat dan hak untuk berkumpul dengan keluarganya kepada bawahannya. Ini merupakan nilai-nilai yang diajarkan manajemen Islam,'' katanya.
Ciri lain manajemen Islami yang membedakannya dari manajemen ala Barat adalah seorang pimpinan dalam manajemen Islami harus bersikap lemah lembut terhadap bawahan. Contoh kecil seorang manajer yang menerapkan kelembutan dalam hubungan kerja adalah selalu memberikan senyum ketika berpapasan dengan karyawan karena senyum salah satu bentuk ibadah dalam Islam dan mengucapkan terima kasih ketika pekerjaannya sudah selesai. Namun kelembutan tersebut tidak lantas menghilangkan ketegasan dan disiplin. Jika karyawan tersebut melakukan kesalahan, tegakkan aturan. Penegakkan aturan harus konsisten dan tidak pilih kasih.
Untuk aspek keadilannya, Anowar menekankan pentingnya reward control dalam suatu hubungan kerja. ''Islam mengajarkan kita harus bersyukur kepada manusia sebelum bersyukur kepada Allah,'' ujarnya. Artinya, seorang karyawan yang berprestasi tinggi mendapat penghargaan khusus. Bentuk penghargaan bukan hanya berupa materi, tapi juga berupa perhatian. Berapa diantara manajer yang ada di Indonesia yang mengetahui tanggal lahir karyawannya terdekatnya? Selain itu, setiap pekerjaan harus dilandasi dengan niat yang baik. Karena, niat baik akan menuntun kita melakukan pekerjaan dengan baik untuk hasil yang baik pula. ''Islam mengajarkan sesuatu harus diawali dengan niat baik,'' tegasnya.


E.     KENAPA PERLU MANAJEMEN
Dari beberapa pandangan terhadap manajemen, dapat disimpulkan ada tiga alasan mendasar, mengapa manajemen diperlukan, yaitu :
1)      Untuk mencapai tujuan organisasi. Manajemen dibutuhkan untuk mencapai tujuan organisasi dan juga tujuan individu yang ada dalam organisasi tersebut.
2)      Untuk menjaga keseimbangan diantara tujuan-tujuan yang saling bertentangan. Manajemen dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan antara tujuan, sasaran dan kegiatan yang bertentangan dari pihak-pihak yang berkepentingan dengan organisasi, seperti ; pimpinan, pegawai, pelanggan, serikat kerja, masyarakat, pemerintah (pemerintah daerah), dll.
3) Untuk mencapai efisiensi dan efektivitas.  Efisiensi adalah kemampuan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan benar, sedangkan efektivitas merupakan kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau peralatan yang tepat untuk pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.

BAB III
KESIMPULAN
            Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Manajemen merupakan suatu ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan Sumber Daya Manusia, sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
            Adapun unsur-unsur manajemen itu terdiri atas 6 M yakni Man, Money, Methode, Machines, Materials, dan Market. Pada dasarnya fungsi manajemen adalah Perencanaan, Pengorganisasian dan Evaluasi. Namun terdapat berbagai perbandingan dari para Ahli yang merujuk pada tujuan yang sama yakni tercapainya mutu pendidikan nasional.
            Maka keefektifan aktivitas manajemen dapat di pahami dari keefektifan perencanaan, pengorganisasian, pergerakan dan pengawasan. Selain itu, manajemen merupakan proses yang mengintegrasikan sumber- sumber yang semula tidak berhubungan satu dengan yang lainnyamenjadi suatu system yang menyeluruh untuk mencapai tujuan organisasi.
            Lebih lanjut bahwa Manajemen Pendidikan Islam merupakan suatu proses pengelolaan lembaga pendidikan islam secara islami dengan cara menyiasati sumber-sumber belajar dan hal-hal lain yang terkait untuk mencapai tujuan pendidikan islam secara efektif dan efisien.


DAFTAR PUSTAKA

Apriliya, Seni.2007. “Manajemen Sekolah Untuk Menciptakan Iklim Yang Kondusif”. Jakarta ________:Visindo Media Persada.
Badarudin M. Ag,2013. “Dasar-dasar Manajemen“ . Bandung Alfabeta.

Nurdin, Diding. (2007).”Manajemen Pendidikan “.Dalam Ali,M.,Ibrahim,R., Sukmadinata ________,NS.,Sudjana,D., dan Rasjidin , W (penyunting)  Ilmu Dan Aplikasi Pendidikan. Bandung: Pedagogiana press.
-Qomar, Mujamil. “Manajemen Pendidikan Islam”. Jakarta :Erlangga.

-Rachim, Abd’.2008.”Manajemen Produksi” Jakarta: Perca.
-SP Hasibuan, Malayu. 2009.”Manajemen Sumber Daya Manusia”. Jakarta: Bumi Aksara.
-Widiarti dan Suranto. 2009. “Konsep Mutu Dalam Pendidikan Vokasi”. Semarang: Sindur ________press.



[1] Dr  Badarudin M. Ag,2013. “Dasar-dasar Manajemen“ . Bandung Alfabeta. Cet 1. Hal. 1
[2] Malayu S.P. Hasibuan,2009.”Manajemen Sumber Daya Manusia”. Jakarta: Bumi Aksara.PP.1-2
[3] Diding, Nurdin. (2007).”Manajemen Pendidikan”, Dalam Ali,M.,Ibrahim,R.,Sukmadinata.N.S.,dan Rasjidin, W (penyunting) Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung: Pedagogiana Press.P.225.
[4] Malayu SP. Hasibuan. Op. cit. P.1
[5] Widiarti dan Suranto. 2009. “Konsep Mutu Dalam Manajemen Pendidikan Vokasi”. Semarang: Sindur Press. P.13
[6] Ibid “Dasar Dasar Manajemen” hal. 1
[7] Malayu SP. Hasibuan. Loc. Cit.
[8] Badarudin. Op. Cit. P. 2
[9] Badarudin. Op. Cit. P. 18
[10] Diding, Nurdin. Op.Cit. P.230

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Khabar Hadits Mardud

Hadits Munqathi' dan Mu'dhol

Nikah dalam Perspektif Islam